Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M
Email: nurul.huda.macintosh@gmail.com
Seiring gema takbir yang mulai membahana, memecah heningnya fajar 1 Syawal 1446 Hijriah, satu bulan penuh perjuangan di madrasah ruhani Ramadan telah mencapai puncaknya. Ini bukan sekadar akhir dari sebuah periode menahan lapar dan dahaga; ini adalah proklamasi kemenangan jiwa atas nafsu, perayaan kembalinya diri pada esensi kesucian – fitrah.
Bayangkan Ramadan 1446 H yang baru saja kita lewati. Selama tiga puluh hari, jiwa ditempa dalam kawah kesabaran, empati diasah melalui rasa lapar yang menyadarkan, dan malam-malam dihidupkan dengan lantunan ayat suci serta doa yang mengetuk pintu langit. Itu adalah medan jihad akbar, pertarungan melawan ego dan godaan duniawi, sebuah perjalanan intensif untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
Maka, Idul Fitri 1446 H hadir laksana fajar merekah setelah malam panjang perjuangan. Ia adalah hari pembebasan, di mana jiwa yang telah dibersihkan melalui puasa, tarawih, tadarus, dan zakat fitrah, kini kembali murni laksana bayi yang baru lahir. Zakat Fitrah yang ditunaikan di penghujung Ramadan menjadi simbol penyucian akhir, memastikan tak ada lagi noda yang menghalangi kembalinya kita pada fitrah, sekaligus wujud kepedulian, memastikan setiap saudara seiman dapat turut merasakan kebahagiaan di hari kemenangan ini.
Gema takbir yang bersahutan di seluruh penjuru, dari masjid megah di kota hingga surau kecil di desa, adalah simfoni keagungan dan rasa syukur. Mengagungkan Allah atas segala nikmat dan kekuatan yang diberikan untuk melalui Ramadan, serta mensyukuri hidayah dan ampunan yang (semoga) telah diraih.
Pagi harinya, lautan manusia bergerak menuju lapangan dan masjid untuk Sholat Ied. Berdiri dalam shaf yang rapat, tanpa memandang status sosial, adalah manifestasi persatuan (ukhuwah Islamiyah) dan kerendahan hati di hadapan Allah SWT. Ini adalah momen pengakuan kolektif atas kebesaran-Nya dan permohonan ampun bersama.
Namun, makna Idul Fitri 1446 H tak berhenti di situ. Ia adalah momentum rekonsiliasi agung. Tradisi silaturahmi, saling mengunjungi sanak saudara, kerabat, dan tetangga, menjadi jembatan untuk merajut kembali benang persaudaraan yang mungkin sempat renggang. Ucapan "Taqabbalallahu minna wa minkum" dan "Mohon maaf lahir dan batin" bukan sekadar formalitas, melainkan ungkapan tulus untuk saling memaafkan, melapangkan dada, dan memulai lembaran baru yang bersih dari dendam dan prasangka. Inilah esensi dari kembali suci, tidak hanya kepada Allah (hablum minallah), tetapi juga kepada sesama manusia (hablum minannas).
Hidangan lezat yang tersaji, pakaian baru yang dikenakan, senyum dan tawa yang berderai – semua adalah ekspresi kegembiraan atas kemenangan spiritual ini. Namun, kegembiraan sejati Idul Fitri 1446 H terletak pada kesadaran untuk membawa spirit Ramadan ke sebelas bulan berikutnya. Semangat pengendalian diri, kepedulian sosial, kedekatan pada Al-Quran, dan ketakwaan yang telah dipupuk, hendaknya menjadi bekal untuk menjalani hari-hari mendatang.
Idul Fitri 1446 H adalah penanda garis finis sekaligus garis start yang baru. Ia adalah puncak kebahagiaan setelah sebulan penuh menempa diri, sekaligus titik awal untuk mengaplikasikan nilai-nilai luhur Ramadan dalam kehidupan nyata, membawa cahaya kesucian fitrah dalam setiap langkah hingga bertemu Ramadan berikutnya. Selamat merayakan kemenangan jiwa, selamat kembali ke fitrah di hari yang penuh berkah ini. /nh
HUBUNGI KAMI
STAI Miftahul Ulum Tarate Pandian Sumenep
Menuju Institut Terkemuka di Madura
Jalan Pesantren No 11
Tarate Pandian Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur - Indonesia
Telp : +62 878 - 7030 - 0328 / WA : +62 81 776 - 883 -730 / +62 823 - 3483 - 4806
Website : http://www.staimtarate.ac.id
E-mail 1: official@staimtarate.ac.id
E-mail 2 : staimtarate.official@gmail.com
SOSIAL MEDIA
Maaf Belum Tersedia
Maaf Belum Tersedia